Telisik Masjid Amr bin Ash, dari penaklukan Mesir hingga pemusnahan Fustat [1]
"Jika Engkau mampu menaklukan Mesir, sesungguhnya ia akan menjadi kekuatan dan pertolongan bagi Umat Islam. Karena sumberdaya alamnya amat melimpah, namun penduduknya tak berdaya untuk berperang".[2]
Halaman Tengah (Shan) Masjid Amr bin Ash. |
Pendahuluan
Pertenghan Musim panas 6 Juni 640 M menjadi harapan baru bagi pasukan
Muslim di Mesir, saat invantri bantuan dari Khalifah Umar bin Khattab tiba di
bekas ibukota kejayaan masa Firaun, Ain Syams. Sahabat Zubair bin Awwam,
Ubadah bin Shamit, Miqdad bin Aswad, Maslamah bin Mukhalad dan Kharjan bin
Khudzafah merupakan nama para sahabat yang tercatat menjadi panglima dalam
pasukan kiriman Khalifah. Bantuan datang, menyusul permintaan Amr bin Ash yang
banyak kehilangan pasukan akibat sergapan Romawi di Umm Danin[3].
Untuk menaggulangi kekalahan akibat taktik perang Romawi yang selalu
bersembunyi di balik kokohnya benteng Babylon ketika terdesak. Sahabat
Amr menggunakan taktik "Pancingan", menantang tentara Romawi di Ain
Syams yang jauh dari benteng mereka. Malamnya, Panglima Amr menyusun
sekenario balasan dengan mengkonsentrasikan sebagian besar pasukannya di Ain
Syams. Lalu tanpa sepengetahuan Romawi, ia menambahkan dua sayap invantri.
Sayap pertama ditempatkan di dekat Jabal Muqattam[4]
dan sayap kedua berada di Ummu Danin.
Paginya, pertempuran akbar yang ditunggu tiba saat fajar mulai
menyingsing. Pasukan Muslim mulai bergerak dari markas Ain Syams ke
selatan. Sedangkan pasukan Romawi beriringan keluar dari benteng merah, Babylon[5]
menuju Ain Syam. Kedua pasukan bertemu di Abbasiyah. Baik Muslim maupun Romawi
keduanya mulai melancarkan serangan setelah genderang perang ditabuh. Romawi
begitu ambisius meluluhlantakan pasukan Muslim. Karena mereka telah
menghancurkan dan menguasai titik kekuatan Romawi di Bahr al-Rum. Mulai
dari Arisy, Farma, Bilbis dan sekarang mereka mencoba menaklukan jantung Romawi
di Mesir, Benteng Babylon. Pasukan Muslimpun tak kalah semangat dalam berjihad.
Bagi mereka hanya ada dua pilihan, mati syahid atau hidup menegakan Tauhid. Mereka
percaya jika Mesir bisa masuk ke kekuasaan Kekhilafahan Islam, ia akan memotong
sumber kekuatan Imperium Romawi di kawasan Mediterania. Itu artinya jazirah
Arab akan terlindung dari serangan Romawi sewaktu-waktu.
Ternyata kemenangan berpihak pada pasukan Muslim. Pasukan Romawi yang
tersisa tercerai berai dan melarikan diri ke timur menuju Babylon lewat lembah
Muqattam. Namun tanpa mereka sangka, dengan sigap invantri pimpinan Kharjah
bin khudzafah yang telah menunggu sejak semalam, menyergap pasukan Romawi. Kemudian
mereka yang lolos dari sergapan pasukan Kharjah segera melarikan diri ke
barat di pelabuhan Umm Danin, dimana kapal-kapal penyelamat menuju
Babylon menunggu mereka. Lagi-lagi Pasukan Romawi mendapatkan serangan kejutan
dari pasukan Muslim. Satu-satunya harapan mereka pupus, ketika mendapati
kenyataan mereka terkepung pasukan Muslim yang telah siaga menunggu mereka.
Pertempuran berlangsung heroik. Segelintir Romawi yang selamat dengan tenaga
yang tersisa menyelamatkan diri ke Benteng Babylon.
Mihrab Utama dan Mimbar Masjid |
A.
Kondisi
sosial penduduk Mesir pra penaklukan
Tragedi bunuh diri Cleopatra[6] tahun
30 SM, menandai akhir kekuasaan Dinasti Ptolemy Yunani. Sejak saat itu Mesir
memasuki sejarah kelam yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, menjadi negara
jajahan Imperium Raksasa Byzantium. Di bawah pemerintahan langsung Agustus
Caesar penduduk Mesir mulai mengalami pemaksaan agama, pajak yang tinggi dan
penindasan yang bertubi-tubi. Romawi memandang Mesir sebagai lumbung negara
penghasil gandum yang sangat berharga. Sedangkan Penduduknya mereka anggap
sebagai alat penghasil gandum yang tak punya hak apapun dalam urusan
pemerintahan dan administrasi negara. Dalam tatanan sosial, penduduk Mesir
dipandang negara sebagai warga keempat atau kasta terendah setelah orang
Romawi, Yunani dan Yahudi.
Penduduk Mesir semakin tersiksa dengan sistem pajak yang mahal dan tak
adil. Sistem ini hanya menjadikan penduduk Mesir sebagai sapi perah penghasil
pundi-pundi uang bagi pemerintah. Pajak primer mulai berlaku bagi mereka yang
berumur mulai dari usia 14 hingga 60. Mereka juga dibebankan pajak hewan
ternak, kepemilikan tanah, perabotan yang dimiliki serta pungutan liar di luar
pajak sebagai uang pelicin. Bahkan bagi mereka yang akan mendapatkan warisan,
harta warisan akan dipotong pajak sebelum diberikan kepada pewarisnya. Mesirpun
akan dipungut pajak jika ada Kaisar yang baru diangkat sebagai hadiah pembelian
mahkota. Tak hanya kaisar dan gubernur, para pegawai pemerintahan juga
mewajibkan rakyat sekitar pajak khusus bagi mereka. Melihat pajak yang begitu
menjerat, tak heran bila banyak penduduk yang kabur dari kota dan desa menuju
padang sahara dan mengasingkan diri.
Pemerintah Romawi juga memaksa penduduk Mesir untuk menyembah dewa mereka
dan menutup banyak kuil dewa Mesir. Disamping itu pemakaian huruf Hieroglif
juga dilarang dan diwajibkan memakai huruf Romawi. Akibatnya huruf Hieroglif
semakin dilupakan dan perlahan punah tak berbekas. Generasi selanjutnya
benar-benar tidak lagi bisa membaca tulisan warisan nenek moyang mereka yang
terpahat di kuil-kuil kuno.
Setelah kedatangan Holy Family, Nabi Isa Kecil, Sayyidah Maryam
dan Yusuf al-Najjar ke Mesir yang berlindung dari kejaran tentara Romawi di
Palestinan. Agama Kristen perlahan mulai menggantikan dewa penduduk Mesir.
Pemerintah Romawi yang saat itu masih paganis, menurunkan titah penyiksaan bagi
siapa saja yang memeluk Kristen. Penindasan menjadi makanan sehari-hari bagi
penduduk Mesir dan tiang salib sebagai pusara terakhir bagi mereka yang
bersikukuh dalam iman kekristenannya. Namun penyiksaan ini membuat agama
Kristen semakin menyebar luas di Mesir. Sehingga masa ini disebut 'Ashr
al-Syuhada[7].
Angin segar akhirnya bisa dirasakan penduduk Mesir manakala Kaisar
Konstantin Agung (306-337M) memperbolehkan Kristen di negara jajahan Romawi
termasuk Mesir. Selanjutnya disusul kebahagiaan di era Kaisar Theodosius I
(379-395M) yang menurunkan titah dan menetapkan Kristen sebagai agama resmi
Kekaisaran Romawi. Namun kebahagiaan kaum Nasrani Mesir tak berlansung lama
ketika terjadi perbedaan pandang tentang tabiat Yesus pecah. Ada kelompok yang
berpendapat bahwa Yesus memiliki dua tabiat, Ketuhanan dan manusiawi (الهية و بشرية). Sedangkan lainnya memandang Yesus hanya
memiliki satu tabiat yaitu ketuhanan saja (الهية واحدة). Kisruh perbedaan pandang ini semakin
memanas setelah sampai pada meja para Patriach di Dewan Gereja. Hal ini
berujung pada keputusan Dewan Gereja Khalqiduniyah[8]
tahun 451M untuk memisahkan gereja yang bermazhab dua tabiat dan lainnya satu
tabiat. Dalam perbedaan pandang ini, Dewan Gereja Negara konstantinopel
mengambil mazhab dua tabiat. Sedangkan Dewan Gereja Mesir tetap berpegang teguh
pada pandangan satu tabiat. Lalu muncul keputusan dari Kontantinopel bahwa
penganut satu tabiat adalah kafir dan sesat[9].
Sejak saat itu, orang Koptik kembali menerima siksaan yang sama saat Romawi
masih pagan. Sehingga banyak para pendeta Koptik yang mengasingkan diri ke
daerah terpencil di Sahara. Salah satunya adalah Pendeta Benyamin yang
mengungsi ke Sahara bagian barat.
B.
Jatuhnya
Mesir ke pangkuan Islam
Kekalahan total tentara Romawi di pertempuran Abbasiyah membuka mata
mereka akan kekuatan Muslim yang patut diperhitungkan. Apalagi setelah Benteng
mereka terkepung dan politik diplomasi mereka menemui jalan buntu. Sebelumnya
pihak Romawi mengundang delegasi Muslim untuk merundingkan perdamaian dan
genjatan senjata di pulau Raudhah. Romawi yang diwakili Muqauqis meminta
pasukan muslim menghentikan embargo Babylon dan pergi dari Mesir. Sebagai ganti
dia akan memberikan 2 dinar kepada setiap tentara, 100 dinar kepada setiap
komandan dan 1000 dinar untuk Sang Khalifah. Namun Ubadah bin Shamit sebagai
delegasi Muslim dengan tegas mengatakan :
"فليس بيننا وبينك خلصة نقبلها منك ولانجيبك اليها الا خلصة
من ثلاث(الاسلام-الجزية-القتال), فاختر أيتها شئت, ولاتطمع نفسك فى الباطل, بذلك
أمرنى الأمير, وبها أمره أميرالمؤمنين, وهو عهد رسول الله (عليه الصلاة والسلام)
من قبله الينا."
Medengar jawaban Ubadah, harapan Muqauqis
sirna. Apalagi setelah Dewan Konsulat Romawi menolak pilihan Islam maupun
Jizyah sebagai solusi damai. Kondisi Romawi yang lebih memilih pedang, memaksa
tentara Muslim melanjutkan pengepungan dan penyerangan benteng Babylon. Pengepungan
yang berlangsung lama hampir 7 bulan, membuat Babylon hampir kehabisan
persediaan makanan. Tenaga para tentara yang ada di dalam benteng juga semakin
melemah dengan hilangnya semangat mereka. Namun kondisi sebaliknya terjadi di
luar benteng. Pasukan Muslin semakin bertambah semangat juangnya dari hari ke
hari. Bahkan atas persetujuan Pangslima Amr, Zubair bin Awwan siap berkorban
untuk menjadi jalan pembuka benteng. Dengan keahliannya, ia membuat tangga dan
menyusup ke dalam benteng saat penjaga benteng terlelap di tengah malam. Dengan
sigap ia membuka benteng bagian barat daya. Segera pasukan muslim menghujani
panah pasukan yang menyerang. Benteng hampir dikuasai pasukan muslim saat fajar
mulai terbit. Namun Jendral George pemegang Babylon yang melihat pasukannya
hampir kalah, segera mengirim utusan ke Amr bin Ash untuk berdamai. Dari hasil
perundingan, permintaan genjatan senjata diterima dengan syarat :
1.
Pasukan tentara Romawi segera meninggalkan benteng
dalam tempo 3 hari.
2.
Segera meninggalkan Babylon lewat jalan sungai. Serta
membawa bekal makanan yang cukup untuk perjalanan.
3.
Benteng dan semua peralatan di dalamnya menjadi hak
milik kaum muslim.
Jatuhnya Benteng Babylon tepat pada hari
Jumat, 6 April 641 M[10],
menjadi awal masuknya Mesir ke dalam pangkuan Islam. Tepat hari Senin, pasukan
Romawi meninggalkan benteng Babylon dan pulau Roudhah menuju Alexandria.
Kemudian setelah kota pertahanan terakhir Romawi di Mesir, Alexandria dikepung.
Tepat pada awal November di tahun yang sama, Muqauqis dan Herkulanus sebagai
konsul Konstantinopel atas Mesir menyatakan gencatan senjata dan menyerah.
Pasukan Muslim menyetujui dengan syarat:
1.
Membayar Jizyah bagi siapa saja yang termasuk dalam
perjanjian
2.
Masa genjatan senjata (الهدنة)
berlangsung selama 11 bulan. Orang Romawi harus meninggalkan Mesir, baik lewat
jalan laut ataupun darat dengan ketentuan khusus.
3.
Pasukan muslim
harus tetap di posisi awal mereka dan
tidak boleh menyerang Alexandria selama masa gencatan sejata. Hal ini juga
berlaku untuk pasukan Romawi.
4.
Orang Romawi diperkenankan untuk membawa semua tentara dan harta mereka kembali ke
Konstantinopel. Dan bagi mereka yang masih memilki harta yang tertinggal,
dikenakan biaya penjagaan.
5.
Tertara Romawi dilarang kembali ke Mesir, apalagi
mencoba mengambil alih kembali.
6.
Umat Muslim tidak akan ikut campur dalam urusan
keagamaan yang berhubungan dengan gereja.
7.
Memperbolehkan orang Yahudi untuk tetap tinggal di
Alexandria.
8.
Romawi diharuskan mengirim 150 tentara dan 50 orang
dari para administrator dan pendeta untuk mengurus Alexandria selama masa
gencatan senjata.
Setelah 11 bulan pengepungan dan
penaklukan daerah di delta dan bagian tengah Mesir. Negeri Lembah Nil yang
membentang dari Nubia hingga ke Alexandria resmi menjadi bagian dari
Kekhalifahan Islam.
Kemenangan umat Islam disambut gembira
penduduk Mesir yang telah kenyang dengan kekejaman Romawi dari generasi ke
generasi selama 6 abad. Mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Bahkan mendapat
kebebasan dan jaminan keamanan untuk kembali menjalankan Kristen dengan mazhab
mereka yakini. Pemerintah Islam juga menyerahkan sepenuhnya urusan gereja
kepada Dewan Gereja yang berwenang. Para pendeta yang mengasingkan diri di
gurun sahara berbondong-bondong pulang ke rumah masing-masing. Termasuk
pembesar Koptik Benyamin yang kembali ke Alexandria setelah puluhan tahun dalam
pengungsian di barat sahara demi menghindari siksaan pemerintah Romawi. Mereka
semakin bergembira manakala harta milik mereka yang dirampas pemerintah
dikembalikan. Serta pajak ala Romawi yang selama ini menjerat mereka dihilangkan
dan hanya diganti Jizyah serta pajak kepemilikan.
C.
Pembangunan
Fustat dan pembagian demografisnya
Setelah urusan pemindahan kekuasaan dan masa gencatan senjata berakhir
dengan hengkangnya Romawi dari Mesir. Tahun 641 M (21H), Amr bin Ash menetapkan
lokasi pembangunan Ibukota Islam di Mesir berlokasi di timur benteng Romawi
atau bekas tempat penempatan pasukan
Muslim saat pengepungan Babylon dulu. Ibukota baru ini dinamakan Fustat[11].
Kota Islam pertama di Afrika ini dibangun dengan penataan mirip kota yang
berada di Jazirah Arab bagian selatan, mengikuti gaya Makkah dan Shan'a, Yaman[12]. Sama
seperti tradisi umat Islam di daerah futuhat lainnya, masjid merupakan bangunan
awal sebagai pondasi utama kota baru Islam. Amr bin Ash memerintahkan
pembangunan Masjid sebagai pusat dakwah dan pembelajaran. Disusul pembangunan
rumah sahabat Amr terletak di sisi timur
masjid yang disebut dengan Dar Amr al-Kubra sebagai pusat pemerintahan. Kemudian
para sahabat, prajurit dan orang Arab yang ikut perang diizinkan membangun
pemukiman di sekitar masjid. Sebagai perwakilan dari para kabilah, Amr bin Ash
menyerahkan pembagian kawasannya kepada para pembesar kabilah, seperti; Muawiyah
bin Hadij al-Tajiby, Syuraik bin Sama al-Ghathify al-Murady, Amr bin Qahzum
al-Khulany dan Hayawil bin Nasyirah al-Ma'afiry. Berikut 3 jenis pembagian
demografis pada awal pembangunan Fustat :
1.
Khathath (الخطط) : penempatan penduduk berdasarkan nama
Kabilah tertentu, antara lain Quraisy, Anshar, Khuza'ah, Aslam, Ghaffar,
Muzaynah, Asyja', Juhainah, Tsaqifah dll. Konsep ini berlaku untuk kawasan yang
sebelumnya kosong lalu dibangun kota. Dalam contoh kasus seperti Fustat dan
Giza.
2.
Akha'id (الأخائد) : Jika khattat berlaku di Fustat
dan Giza, maka sistem akha'id berlaku di Alexandria. Sistem ini dibagi menjadi
2, yaitu apa yang disebut Ibtidar(الابتدار) atau memberikan tempat tinggal kepada
tentara yang pertama kali menempati rumah-rumah di luar benteng kota Alexandria
yang ditinggalkan saat pengepungan kota. Karena waktu itu belum ada pembagian
tempat tinggal di Alexandria. Sedangkan yang kedua disebut Takhshihs (التخصيص) atau pembagian tempat tinggal
pasca pengepungan dan penempatan rumah langsung ditunjuk oleh pemerintah.
3.
Qatha'I (القطائع) : adalah tanah yang diberikan
sebagai hadiah di bawah wewenang langsung dari pemerintah. Seperti apa yang
diriwayatkan Ibnu Abdul Hakam bahwa Khalifah Umar memberikan kepada Ibnu
Sandar sepetak lahan di Minyah al-Ashbagh.
Letak Fustat yang berada di bibir sungai Nil, membuat ekonominya
berkembang pesat. Ditambah kawasan ini sejak zaman Firaun, Yunani dan terakhir
Romawi telah menjadi mata rantai jalur perdagangan antara Mediterania dan
Afrika. Kemakmuran kota Fustat menjadi magnet yang kuat bagi mereka yang
mencari kehidupan yang lebih baik. Banyak kabilah Arab yang bermigrasi dari
Jazirah Arab dan Syam untuk menetap di Mesir. Kondisi ini membuat demografis
Fustat meluas dengan sendirinya. Geliatnya semakin terlihat manakala Fustat
bertranformasi menjadi kota industry pertama di benua Afrika. Komoditi seperti
keramik, gerabah, tenun dan karpet merupakan barang dagangan andalan yang
diburu konsumen di kawasan Mediterania. Masjid Jami yang dibangun tak hanya
berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan sebagai pusat kajian dan
pembelajaran agama. Pada masa selanjutnya muncul berbagai macam kajian dan masyayikh
memenuhi ruwaq-ruwaq Jami al-Atiq ini. Antara lain kajian tafsir,
hadits, fiqh, akidah dan disiplin ilmu lainnya.
D.
Riwayat
Masjid Amr bin Ash dari pembangunan hingga pemusnahannya.
1.
Masjid Amr
bin Ash pada awal pembangunan
Membincang tersebarnya Islam di Mesir dan Afrika tak bisa terlepas dari
peran Masjid Amr bin Ash sebagai media penyiaran dan dakwah saat itu. Masjid
ini merupakan masjid pertama sekaligus peninggalan Islam tertua di Mesir dan
benua Afrika. Sahabat Amr bin Ash memerintahkan membangun masjid ini dekat
dengan sungai Nil. Lokasi awal masjid hanya berjarak 200m dari pesisir Timur
sungai Nil. Namun karena perpindahan aliran sungai saat ini letaknya lebih dari
500m dari sungai Nil.
Pada awal dibangunya, arsitekturnya masjid masih sangat sederhana.
Bagian kiblatnya berupa tembok memanjang sepanjang 50 dzira' dengan lebar 30
dzira'[13].
Tiangnya masih menggunakan batang pohon Kurma dan sebagian dengan batu susun
berlapis semen. Begitu juga atapnya yang masih berbalut pelepah kurma yang
dirangkai dengan bilah papan kayu. Lantainya masih berbentuk tanah yang
dipadatkan dan dicampur aspal, belum ada mihrab menjorok, menara adzan apalagi shahn[14].
Masjid Amr dibangun dengan 6 pintu, dua berada di sisi timur, dua di bagian
utara dan sisanya di barat yang menghadap ke sungai Nil.
Saat itu penetuan arah kiblat ditetapkan dengan musyawarah 80 sahabat
yang ikut serta dalam penaklukan Mesir. Antara lain Zubair bin Awwam, Ubadah
bin shamit, Miqdad bin Aswad, Abu Darda, Abu Dzar al-Ghifary, Abu Bashrah
al-Ghifary, Uqbah bin 'Amir al-Juhny dan puluhan sahabat lainnya.
2.
Masa Dinasti
umayah
Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi sufyan renovasi
besar-besarn terhadap masjid Amr bin Ash dimulai. Apalagi setelah orang-orang
mengeluh dengan semakin sempitnya masjid akibat banyaknya bangsa Arab pendatang
dan orang Koptik yang masuk Islam[15].
Kemudian Maslamah bin Mukhallad sebgai gubernur Mesir satu mulai
melakukan perluasan terhadap Jami al-'Atiq tahun 672M/53H. Pemugaran
dimulai dengan memperluas bagian timur, utara dan barat laut. Ditambah pada
masa ini aliran sungai Nil menjauh ke barat, sehingga memudahkan perluasan bagian
barat masjid. Untuk pertama kalinya lantai masjid diblok dengan batu. Gubernur
juga membangun ruang memanjang berbentuk menara di pojok keempat penjuru masjid
sebagai tempat muadzin. Dari bangunan panjang ini menjadi awal lahirnya menara
masjid di mesir.
Datang masa letika gubernur Mesir dijabat oleh Abdul Aziz bin Marwan
yang ditunjuk oleh Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah Umayah saat itu sekaligus
saudaranya. Pada tahun 698M/ 79H Abdul Aziz melakukan pembongkaran untuk
dibangun ulang. Perluasan difokuskan kea rah barat dan utara masjid. Sedangkan
bagian timur dibiarkan karena berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Kemudian
masa saat Abdullah bin Abdul Malik menjabat gubernur tahun 707M/89H.
pada masanya atap masjid ditinggikan karena sebelumnya kontur pondasi masjid
mengalami penurunan tanah.
Tiga tahun setelahnya, giliran Qurrah bin Syuraik menjadi
gubernur Mesir tahun 710M/92H. Pada masanya bagian selatan masjid diperluas
untuk pertama kalinya, begitu pula bagian timur masjid. Bekas rumah Amr bin Ash
dan anaknya Abdullah dimasukan menjadi bagian masjid. Jika pendahulunya Maslamah
bin Mukhalad menambahkan unsur arsitektur berupa menara adzan. Qurrah
berjasa menambahkan mihrab berongga meniru apa yang dilakukan Khalifah Umar bin
Abdul Aziz saat memugar Masjid Nabawi di Madinah pada 706M. Ia juga menyepuh
tiang utama di depan mihrab dengan emas murni, menambah pintu masjid menjadi 11
pintu, menempatkan mimbar kayu serta memluruskan arah kiblat yang semula lebih
condong ke timur. Perubahan besar arsitekture masjid untuk pertama kalinya
terjadi pada masa ini.
3.
Masa Dinasti
Abbasiyah
Berakhirnya kekuasaan Umayah di tangan Abbasiyah secara otomatis Mesir menjadi
bagian wilayah Abbasiyah. Pada masa gubernur Shalih bin Ali tahun
750M/133H, Masjid diperluas lagi ke bagian timur. Sehingga rumah Zubair bin
Awwam dibongkar dan dimasukan sebagai tanah masjid. Selain itu pintu masjid
bagian timur untuk pertama kalinya diganti dengan pintu besi.
Pada masa Harun al-Rasyid, jabatan gubernur Mesir dipegang oleh Musa
bin Isa. Pada tahun 791M/175H, bagian
utara serta timur masjid kembali diperluas dan dimasukannya Ruhbat
Abi Ayyub menjadi bagian masjid. Luas masjid Amr bin Ash pada masa gubernur
Musa adalah sama dengan setengah luas masjid saat ini.
Jika Musa bin Isa memperluas bagian utara dan timur. Maka pada tahun
827M/212H gubernur tunjukan Khalifah al-Ma'mun saat itu, Abdullah bin Dzahir
memperluas sisi selatan dan barat masjid. Hingga pada eranya perluasan masjid
berhenti dan luas masjid zamannya sama dengan luas masjid saat ini.
4.
Masa Dinasti
Thuluniyah
Pada masa Khumaruwiyah putra Ahmad bin Thulun kebakaran
hebat melanda masjid Amr bin Ash pada Safar tahun 888M/275H. Si jago merah
dengan cepat melahap bagian perluasan Abdullah bin Dzahir. Sehingga Khumaruwiyah
menugaskan gubernur Ahmad bin Muhammad al-Ajify untuk merenovasi bagian
masjid yang terbakar.
5.
Masa Dinasti
Ikhsyidiyah
Pada masa Ikhsyidiyah, pemerintah melakukan perombakan besar pada tiang
lama dan menggantinya dengan tiang marmer yang ujungnya diukir dengan indah.
Hal ini diutarakan pengelana Maqdisy Bisyari dalam memoarnya berjudul Ahsan
al-Taqasim fi Ma'rifat al-Aqalim saat mengunjungi Masjid Amr bin Ash tahun
985M. Ia mengungkapkan,"Masjidnya merupakan bagunan yang begitu memukau.
Bagian dindingnya dihiasi mozaik yang sangat mengesankan berpadu indah dengan
tiang marmer yang bermahkota ukiran-ukiran masa silam. Masjid ini lebih megah
dibandingkan Masjid Damaskus."
6.
Masa Dinasti
Fatimiyah
Pada masa pemerintahan Khalifah al-Aziz billah. Tahun 988M memerintahkan
wazirnya, Abu Farj Ya'qub bin Killis untuk merenovasi kubah baitul Mal masjid
serta membuat mimbar baru yang disepuh emas.
Tak kalah dengan ayahnya, Khalifah al-Hakim biamrillah memerintahkan
wazirnya Bargwan untuk memperindah masjid dan memperbaiki bagian yang rusak. Selesai
renovasi sang wazir menuliskan namanya di papan marmer dan di temple di kelima
pintu bagian timur. Namun setelah sang Amir meninggal, khalifah memerintahkan
untuk mencopot nama wazir yang menempel pada dinding timur. Pada bulan Ramadhan
403H/ 1013M, al-Hakim memerintahkan untuk membawa ribuan mushaf milik Istana
Timur untuk diwakafkan kepada Masjid Amr bin Ash. Seperti yang dikisahkan oleh
penjelajah Persia, Nashir Khosru dalam bukunya Safarnama ketika
mengunjungi Masjid Amr:
"Di dalam masjid terdapat 1298 Mushaf yang ditulis dengan tinta
emas. Khalifah al-Hakim bi Amrillah yang memerintahkan pewakafan ribuan mushaf
dari Qasr Syarqy untuk Jami' Atiq pada Ramadhan tahun 403 H."
Tiba masa Khalifah al-mustanshir billah memerintahkan untuk
merenovasi mihrab besar, serta menyepuh bagian dalamnya dengan perak. Tak hanya
itu khalifah juga memerintahkan menyepuh emas dinding kiblat dan memerintahkan
wazirnya, Afdhal Syahinsyah untuk membangun menara besar bernama Mi'dzanah
Sa'idah pada 1121M.
Pada masa Fatimiyah pembangunan Masjid Amr bin Ash mengalami kemajuan
yang sangat pesat dalam bidang arsitekturnya. Para sejarawan menyebutnya
sebagai masa keemasan. Namun anehnya Masjid Amr bin Ash dan kota Fustat justru
menemui nestapa kehancurannya pada masa Fatimiyah.
Kisruh politik dan perebutan kekuasaan adalah penyebab kehancuran kota
Fustat dan masjidnya. Saat itu setelah wazir Syawar menyingkirkan
rivalnya, kini giliran khalifah al-Adhid menjadi sasaran selanjutnya.
Negara berhasil dikuasai Syawar, sehingga Khalifah hanya dijadikan boneka
politik. Sadar akan posisinya yang tidak menguntungkan, al-'Adhid meminta
bantuan Amir Asaduddin Syirkuh dari Syam untuk menyingkirkan Syawar.
Namun Wazir yang merangkap sebagai khalifah ini tak tinggal diam dan bekerja
sama dengan pasukan Salib yang telah menguasai daerah Palestina. Namun
kelicikan taktik Syawar tercium. Pasukan
Salib saat itu telah menguasai delta Mesir bagian timur dan mendirikan barak
tentaranya di Blibis. Merasa dipermainkan Syawar, pasukan Salib segera
melancarkan serangan ke Kairo. Melihat kota Fustat yang begitu besar tanpa
benteng, ia mengambil keputusan untuk membakar habis seluruh kota Fustat
beserta isinya, termasuk masjid Amr bin Ash tahun 1168M/564H. Tujuan Syawar
hanya satu supaya kota tak dikuasai tenntara Salib. Lalu sebagian penduduk
berhasil mengungsi ke dalam benteng Kairo dan sebagian lainnya meninggal
terbunuh. Kota Fustat dan sekitarnya dilalap hebat oleh si jago merah. Api
menyala selama 54 hari tanpa sedikitpun padam. Semua bangunan megah Fustat dan
Masjidnya runtuh. Kini hanya kenagan dan cerita indah yang tersisa, selain
tumpukan batu bata dan tiang marmer yang gosong.
Penutup
Sudah menjadi sunnatullah bahwa sejarah selalu berulang. Kisruh politik
selalu menghancurkan maha karya peradaban manusia. Bahkan demi politik manusia
rela menumpahkan darah sesamanya. Tidak ada musuh dan teman yang abadi, yang
ada kepentingan Abadi. Semoga kita tak hanya bisa membaca sejarah dari nama,
tanggal dan tempatnya, melainkan bisa memetik buah hikmahnya untuk pelajaran di
masa mendatang. Atas Inayah-Nya, paper ini selesai pada hari Jumat. Semoga
bermanfaat.
Bagi Pembaca yang ingin memiliki salinan PDF artikel ini, Silahkan diunduh disini
Muhammad, Pemandu Situs sedang menjelaskan Sejarah Kota Fustat . |
Struktur rumah penduduk Fustat yang dibumihanguskan Wazir Syawar |
Daftar Pustaka
·
Al-Syahry,
Muhammad Ahmad. 2013. Dirasaat fi Tarik Masr al-Islamiyah. Kairo:
Al-Azhar university Press.
·
William ,
Caroline. 2008. Islamic Monuments in Cairo. Kairo: AUC Press.
·
Spencer,
Jeffrey.1996. The British Museum Book of Ancient Egypt. London: British
Museum Press.
·
Al-Barry,
Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Penerbit Arkola.
·
Al-Hafnawy,
Samir. 2014. Jaulat al-Shahabah wa al-Tabiin fi Ardh Mas. Kairo:
Maktabah Rahmah.
[1]
Disarikan oleh Miftah Wibowo dari berbagai sumber.
Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Tarikh wal Khadharah Islamiyah di
Universitas Al-Azhar. Paper ini ditulis sebagai materi pendukung kajian
lapangan Kupretist du Caire ke-2 (Jumat,14 Agustus 2015).
[2]
Ucapan Khalifah Umar bin Khattab kepada Sahabat Amr bin
Ash ketika di Jabiyah.
[3]
(أم دنين)Daerah ini sekarang
bernama Azbakiyah. Dahulu tepi sungai Nil tepat di daerah ini sebelum akhirnya
menjauh ke arah barat.
[4]
Muqattam (جبل مقطم) merupakan kumpulan bukit
di bagian timur kota Kairo. Selain bersejarah, bukit ini dianggap suci oleh
umat Kristen Ortodhox Mesir (Koptik).
[5]
Benteng Babylon mencakup kawasan Masr Qadim dan
bekasnya masih bisa dilihat tepat di depan stasium metro Mark Girgis.
[6]
Bernama lengkap Cleopatra VII Philopator (51-30 SM). Ia
merupakan penguasa ke-14, penguasa perempuan Yunani pertama dan penguasa
terakhir Dinasti Ptolemy.
[7]
Disebut sebagai Masa Syahid karena banyaknya Umat
Kristen yang dibantai pemerintah Romawi. Sehingga pada masa selanjutnya banyak
gereja dibangun dengan nama mereka yang syahid. Seperti Mark Girgis, Abu Sergah
dll.
[8]
Dalam istilah Barat dikenal sebagai The Council of
Chalcedon (مجمع خلقدونية) yang diselenggarakan dari 8 Oktober- 1 November di Chalcedon,
sebuah kota di kawasan Bithynia, Asia Minor. Sekorang kota ini dikenal
dengan Kadıköy, Istanbul di Turki.
[9]
Umat Kristen Mesir memandang keputusan Dewan Gereja
Konstantinopel sebagai pemaksaan. Kristen Koptik berpandangan bahwa merekalah
pemegang akidah yang benar tau biasa disebut Orthodox. Para penganut satu
tabiat menyebut mereka sebagai Ya'qubiyin yang dinisbatkan kepada Ya'qub
al-Baradi'iy sebagai Imam Besar mereka dan berasal dari kota Raha di Asia
Kecil. Sedangkan kelompok bermazhab dua tabiat menyebut dirinya sebagai Malkaniyin,
karena mereka mengikuti mazhab raja dan kekaisaran.
[10]
Betepatang dengan Rabi' al-Tsani tahun 20 H.
[11]
Ada banyak pendapat mengenai makna dari Fustat, Ada dua
pendapat yang kuat. Pertama, menyebut Fustat berasal dari Bahasa Arab yang
berarti kota. Merujuk pada kejadian Pertempuran Yamamah. Sedangkan pendapat
kedua digadang oleh Prof. Petler, Orientalis Inggris yang mengatakan Fustat
berasal dari bahasa Romawi Fossatum. Istilah ini umum bagi tentara
Romawi untuk menyebut tempat dimana pasukan Arab mendirikan tenda saat
pengepungan Babylon.
[12]
Pendapat ini yang banyak disepakati oleh jumhur
sejarawan. Salah satunya Orientalis Jerman, Adam Mez yang berpendapat Fustat
dibangun dengan tata kota seperti di selatan Jazirah Arab. Selain pendapat ini
ada pendapat lain yang mengatakan Fustat dibangun dengan corak Yunani seperti
yang jamak di Laut Mediterania. Lalu model Babylon karena posisinya dekan
dengan benteng Babylon dan yang terakhir adalah berpendapat Fustat dibangun
dengan tata kota ala Persia.
[13]
Sekitar 37,5m x 22,5m.
[14]
Shahn (الصحن) merupakan pelataran terbuka yang berada di tengah
masjid. Seperti yang ditemukan di Masjid Amr bin Ash sekarang.
[15]
Hal senada diriwayatkan oleh Imam Maqrizy dalam kitab Akhbar
Masjid ahl al-Rayat karya Abu Umar al-Kindi.
kpn q bsa solat dsitu?
BalasHapusSemoga dalam waktu dekat bisa berkunjung dan salat disini bareng ya Rifqi ;)
Hapus